Pengarang : Marah Rusli
Penerbit : Perpustakaan Perguruan Kementrian PPK Jakarta – 1954
Tebal : 291 halaman
Pelaku utama : Samsul bahri dan Siti Nurbaya
1.1. Ringkasan Cerita
Seorang penghulu di
Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Samsulbahri mengajak Siti Nurbaya bertamasya ke gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala di Padang yang bernama Sutan Pamuncak, dan Bakhtiar, anak seorang guru kepala SD. Tiga bulan lagi zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dokter Jawa di Jakarta; sedang Bakhtiar melanjutkan ke Sekolah Opzichter (KWS) di Jakarta pula. Samsulbahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasyra ke gunung padang. Di gunung Padang itulah Samsulbahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan mendapat balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup semati.
Pada suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Samsulbahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya menjadi satu dengan Zainularifin.
Di padang ada seorang-orang kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah pendekat Tiga. Pendekat Empat, dan Pendekar dirinya sambil menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan Datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih. Dengan segera Samsulbahri menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada suatu saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjata sebilah keris.
Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Situ Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaiman yang sedang sakit itu. Karena disangkanya Siti Nurbaya mendapatkan kecelakaan, maka bangkitlah Baginda Sulaiman dan pergi ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaiman meninggal. Ia dikebumikan di gunung Padang.
Pada waktu pendekar lima hendak menikam Samsulbahri, menghindarlah Samsulbahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak tangan pendekar lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat mereka datang, larilah pendekar lima menyelinap ke tempat yang gelap.
Di antara para tentagga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah itu mendegar penjelasan Datuk Maringgih tentang hal anaknya itu, maka Samsulbahri pun diajaknya pulang, dan karena malunya maka diusirlah Samsulbahri pun Mahmud Syah tanpa dipikirkannya masak-masak lebih dahulu lagi. Pada malam itu juga secara diam-diam pergilah Samsulbahri ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Maryam mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena kesedihannya itu, ia menjadi sakit-saki saja.
Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya menunjukkan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih dan tak sudi mengaku suaminya lagi. Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.
Setelah perisitwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu. Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke
Pada pagi hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti Nurbaya dengan Pak ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju
Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya, ia pun segera menyeret Siti Nurbaya hendak membuangnya ke dalam laut. Melihat kejadian itu Pak ali membelanya, tetapi ia pun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena pendekar lima jauh lebih kuat dari padanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.
Akhirnya kapalpun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok Samsulbahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Samsulbahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Samsulbahri ke kamar tempat tidur Siti Nurbaya dirawat. Di situ dijumpainya Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan payah.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan kapten kapal dan Samsulbahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu ditahan dan dikirimkan kembali ke padang. Mendengar itu mengertilah Samsulbahri bahwa hal itu tidak lain ialah akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang mengkhawatirkan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu dirawat dahulu di Jakarta sampai sembuh sebelum kembali ke Padang. Permintaan Samsulbahri itu dikabulkan setelah dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu diterima oleh Siti Nurbaya dengan tenang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang didakwakan atas dirinya. Setelah permintaan Samsulbahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan, berangkatlah Siti Nurbaya ke Pdang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya dibebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah.
Pada suatu hari walaupun tidak disetujui oleh Alamin, Siti Nurbaya membeli kue yang dijajakna olen Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal akibat makan kue beracun itu. Mendengar Siti Nurbaya meninggal secara mendadak itu, terkejutlah Ibu Samsulbahri, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematinnya. Kedua jenazah itu dikebumikan di gunung Padang di samping makam Baginda Sulaiman.
Kabar kematian Siti Nurbaya dan Siti Mariam hari itu juga dikawatkan kepada Samsulbahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Samsulbahri memutuskan akan bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya ia menulis surat kepada para guru dan kawan-kawannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakannya oleh Samsulbahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetahuinya. Sesampainya di kantor pos, Samsulbahri minta berpisah dengan Zainularifin dengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Samsulbahri, ia mengikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.
Pada suatu tempat di kegelapan, Samsulbahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkannya ke kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya, akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Kedokteran Jawa di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu pun sampai di Padang dan didengar oleh Sutan Mahmud Syah dan Datuk Maringgih.
Karena perawatan yang baik, sembuhlah Samsulbahri. Ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenani dirinya yang masih hidup di rahasiakan setelah itu Samsulbahri berhenti bersekolah.karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim ke mana-mana, antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, maka dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Samsulbahri dinaikkan menjadi letnan dengan nama Letnan Mas.
Pada suatu hari Letnan Mas beserta kawanannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya untuk memadamkan pemberontakan mengenai masalah belasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di gunung Padang.
Dalam pertempuran dengan pemberontakan itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu seorang pemimpin pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal, Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasanya bahwa ia tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan MAS minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar dipanggilkan Penghulu di
Setelah itu hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengakui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Samsulbahri.
Kemudian dengan upacara kebesaran, baik dari pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, ditanamkanlah jenazah Letnan Mas atau Samsulbahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang pernah dimintanya.
Sepeninggal Samsulbahri, karena sesal dan sedihnya, maka meninggal pula Sultan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan dekat makam isterinya, yaki Siti Maryam. Dengan demikian di kuburan Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni makam Baginda Sulaiman, Siti Nurbaya, Samsulbahri, Siti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.
Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Bakhtiar ke makam sahabatnya itu. Zainularifin dan Bakhtiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter dan opzichter.
1.2. Makna Yang Terkandung
a. Mengupas masalah kawin paksa yang berlaku di Minangkabau. Pengarang menghendaki agar pernikahan antara kaum pria dan wanita janganlah dilaksanakan karena paksan orang tua atau pundat, karena akan berakibat tidak baik, lebih-lebih kalau antara mereka yang akan dinikahkan itu tidak bersesuaian paham. Jadi dalam hal itu perlulah orang tua mempertimbangkan pendapat orang yang hendak dinikahkan.
b. Kalau hendak memulai suatu pekerjaan atau mengambil suatu keputusan, hendaklah dipikirkannya masak-masak lebih dahulu, agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.
c. Menjalankan rumah tangga janganlah dianggap sebagai suatu permainan. Baik suami maupun isteri harus mau saling mengerti dan saling menghargai kepentingan masing-masing. Karena jika tidak, akan rusaklah rumah tangganya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar